Kami tak melupakanmu, Saudaraku!

Di rumah, ketiga anak saya sedang lucu-lucunya.
Si sulung usianya hampir 4 tahun, yang kedua 2 tahun dan si bontot usianya baru 4 bulan.
Punya tiga anak balita di rumah membuat suasana rumah menjadi meriah. Walau kadang kami kerepotan juga. Tapi ketika melihat senyum di bibir mungil mereka, bisa memandang sorot mata mereka yang bening, bisa mendengar mereka mulai bisa mengucapkan sepatah dua patah kata saja sudah menjadi kebahagiaan yang luar biasa. Semua rasa capek dan segala macam kerepotan rasanya terbayar lunas sudah.



Sungguh heran,
ketika nun jauh disana di Tanah Palestina yg terampas sekelompok manusia (entahlah apakah mereka masih layak disebut manusia) dengan tega membunuh dan membantai anak-anak tanpa belas kasihan.

Sudah pekan kedua Israel Laknatulloh membombardir Gaza dari darat dan udara.
Lebih dari 780 orang gugur dan 3250 luka-luka. Separoh dari yang gugur adalah anak-anak dan wanita.

Sang polisi dunia yang konon katanya pembela hak asasi manusia itu hanya diam, tutup mata dan bahkan membela sang Durjana. Teriakan dunia tak lagi mereka dengar.


Maafkan kami Saudaraku, rasa-rasanya kami tak pantas disebut saudara. Karena kami tak bisa berbuat banyak untuk menolong keadaan kalian di sana.
Ampuni kami Ya Alloh atas kelemahan diri kami. Padahal kami tahu Rasul-Mu pernah menyeru: ""Tidak beriman diantara kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."

* * *
"Ya Alloh, muliakanlah Islam dan kaum Muslimin.
Ya Alloh, tolonglah kaum muslimin dan Mujahidin di Palestina.
Ya Alloh, teguhkanlah iman mereka dan turunkanlah ketenteraman di dalam hati mereka.
Ya Alloh, hancurkanlah kaum kuffar dan kaum musyrikin.
Ya Alloh, binasakanlah kaum Yahudi dan pasukan Israel dan cerai beraikanlah kesatuan mereka.
Ya Alloh, menangkanlah kaum Mujahidin atas musuh kami musuh agama dengan Rahmat-Mu, Wahai Yang MAha Pengasih. Dan sampaikanlah Sholawat kami kepada Nabi Muhammad.

Comments

Popular posts from this blog

Met Ultah Jakarta

Semua Tentang Empat

Belajar dari Kisah Tragis Nisza Ismail dan Wang Yue