Hampir Setahun

Kamis, 17 Maret 2005

Aku berdiri dari kursiku sejenak untuk mengusir rasa pegal yang mulai menyergap. Sebentar kutebarkan pandangan ke sekeliling.Sungguh kudapati pemandangan yang seragam, orang-orang terlelap dlm tidurnya. Waktu di arloji yang melingkar di tangan kananku menunjukkan jam 2 siang kurang lima belas menit. Kereta Api Parahyangan jurusan Jakarta- Bandung yang kutumpangi terasa berjalan begitu perlahan. Mungkin karena perasaanku yang sedang tidak menentu. Kulihat Bapak yang duduk di sampingku asyik dengan selembar kertas di tangannya lengkap dengan sebuah pena. Penasaran juga, sebenarnya apa yang dia tulis. Iseng aja kuperhatikan, ingin tahu aja urusan orang. Ternyata setiap kereta yang kami tumpangi melewati stasiun,
dia menandainya di secarik kertas. Rupaya di kertas itu tertera nama stasiun-stasiun yang akan dilewati , apabila satu stasiun sudah dilalui dia memberi tanda di kertasnya. Mungkin menurutnya itulah cara yang asyik untuk membunuh waktu.

Pandanganku kubiarkan bebas ke luar tembus lewat kaca jendela yang sudutnya nampak retak. Mungkin kena lemparan batu. Ah...dasar orang nggak ada kerjaan apa lempar2 kereta pake batu.
Kalo mau ngelemparin, harusnya milih sasaran yang bener kek.Misalnya itu tuh...orang tukang ngemplangin duit rakyat ato'nggak orang yang ngakunya wakil rakyat tapi malah hobinya menghisap darah rakyat.

Kutarik nafasku dalam-dalam lalu kuhempaskan kuat-kuat. Rasa khawatir menyeruak. "Aa cepet pulang, ketubannya udah pecah, mungkin bayinya udah mau lahir, Nih!...."suara perempuan di seberang telepon dengan nada cemas. Istriku!.

Sadang Purwakarta telah lewat. Dari jendela nampak pilar pilar jembatan tol yang
belum rampung di kejauhan. Konon itu adalah jalan yang segera dibangun buat jalur kendaraan yang mengangkut para pemimpin negara di Asia dan Afrika nanti bulan April. Konferensi Asia Afrika kembali ke 'rumah'. Sejak yg pertama kali di selenggarakan pada tahun 1955. Kini Setelah setengah abad berlalu, Bandung dipercaya kembali menjadi tuan rumah.

**
Akhirnya sampai juga di Stasiun Bandung. Waktu kedatangan kereta telat setengah jam dari waktu yang tertera di tiket. Selalu begitu...jarang tepat, malah hampir ngga' pernah tepat. Harga tiket naik terus tapi kenaikan harga tiket tidak berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan. Hanya keterlabatan yg makin bertambah...Ya ..bisa apa???...mengaadu ke Lembaga Kosumen??..Emang ngaruh??..paling akhirnya cuma bisa ngurut dada.

Bergegas keluar lewat pintu Utara stasiun . Sebenarnya pintu utama stasiun Bandung itu ada di Selatan. Hanya saja sebelah selatan stasiun kondisinya nampak semrawut karena lokasinya langsung berhadapan dengan terminal angkutan kota dari berbagai jurusan yg berasal dari dalam maupun pinggiran kota Bandung. Saat ini pintu utara lebih nampak dan mungkin lebih layak disebut sebagai pintu utama.
"Taksi...Taksi , Pak?!....".Sopir-sopir taksi tanpa argo yang mangkal di depan stasiun berebut nawarin nganter ke tujuan. Tamar-menawar sengit pun tak dapat dielakan. Sebuah pertarungan yang alot pun terjadi dan akhirnya ditetapkan Rp. 20 rebu perak sebagai tarif ongkos nganter sampe tujuan. Udah males lagi nawar karena memang lagi buru-buru banget.

"Borromeus, Pak!" pintaku pada Pak sopir.
Mobil mulai berjalan, udara dalam mobil terasa pengap. Kayaknya nih mobil dah lama banget berjemur. AC pun nggak ada. Sebenarnya tuh mobil nggak layak disebut taksi. Mobil omprengan mungkin lebih sepadan.
"Jenguk yg sakit, Pak?"sang sopir coba mengakrabkan diri.
"Ah..engga Pak. Istri saya mau melahirkan" balasku.
"Wah, selamat Pak!. Anak ke berapa?" Sang sopir semakin antusias nanyanya kayak tukang sensus aja.
"Anak pertama, Pak..."balasku pendek.
Mobil mulai bergerak perlahan meninggalkan stasiun ke sebelah barat menyusuri sepanjang Jalan Kebon kawung. Di ujung jalan persis depan hotel Cemerlang , sang sopir dengan sigap membelokan mobilnya ke kanan ke arah Pasir kaliki kemudian lurus sampai ketemu perempatan Istana Plaza. Jalan-jalan di Bandung memang pendek-pendek dan banyak banget yang namanya perempatan. Tak terasa mobil mobil yg kutumpangi dah nyampe di depan Melinda Hospital. Mobil mengambil jalur kiri kemudian masuk Jalan Cihampelas sampai ketemu perempatan Wastukencana. Sebelah kiri jalan nampak banyak penjual bunga. Berbagai macam bunga hiasan tersedia di sini. Bandung terkenal dengan sebutan kota Kembang, tapi cuma disini yg kelihatan bener2 kembangnya...O, Ya plus deket Tegallega mungkin. Atau yang dimaksud kembang disitu adalah kembang yang lain, kali ya...Janda Kembang misalnya ...hehehe. (ssstt...NgGa' boleh ngomongin janda ah). Akhirnya mobil sampai di jalan Purnawarman, kemudian tembus ke Jalan Ir. H. Juanda...(orang Bandung sering menyebutnya sebagai Jalan Dago). Dari situ mobil lurus ke arah Ledeng. Dago yang sisi kiri dan kananya dijejali Factory Outlet nampak agak sedikit lengang. Tak seperti hari libur yang terasa penuh sesak. Mungkin karena ini hari kerja.

...(bersambung....)

Comments

Popular posts from this blog

Met Ultah Jakarta

Semua Tentang Empat

Belajar dari Kisah Tragis Nisza Ismail dan Wang Yue