Bangsa Kasihan

Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya,
memakan roti dari gandum yang tidak dituainya
dan meminum anggur yang tidak diperasnya

Kasihan bangsa yang menjadikan orang bodoh menjadi pahlawan,
dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.

Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur,
sementara menyerah padanya ketika bangun.

Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang
berjalan di atas kuburan, tidak sesumbar kecuali di runtuhan,
dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada
di antara pedang dan landasan.

Kasihan bangsa yang negarawannya serigala,
falsafahnya karung nasi,
dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru.

Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya
dengan terompet kehormatan dan melepasnya dengan cacian,
hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi.

Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu
menghitung tahun-tahun berlalu
dan orang kuatnya masih dalam gendongan.

Kasihan bangsa yang berpecah-belah,
dan masing-masing masih menganggap dirinya
sebagai satu bangsa.


Khalil Gibran (1833-1931)

Comments

dahlia said…
Doooh...sempet kaget gw baca na,..

kirain sapa ternyata "khalil ghibran"

....abis gw bingung ajah, ada toh yg mikirin bangsa nya ?

wong mikirin diri sendiri ngak beres

hehehehe itu gw mah...*ngaku*
Ifoeng said…
merasa diri ga beres adalah sebuah kerendahan hati serta keagungan jiwa selama ditindaklanjuti dengan proses memperbaiki diri. Yang ga' beres kan jika seseorang yg merasa ga'beres mengajak org lain untuk menjadi ga beres seperti dirinya.Sehingga terjadi proses pelestarian ketidakberesan bahkan ketidakberesan itu dimodifikasi menjadi bentuk yg semakin tidak beres. Ketidakberesan itu akan semakin nyata eksistensinya selama tidak ada diri-diri yg bersedia berkorban untuk 'membereskan'ketidakberesan tersebut. Sudah ah...ntar ga'beres-beres nulisnya... Salam kenal ya Mbak :-)

Popular posts from this blog

Met Ultah Jakarta

Semua Tentang Empat

Belajar dari Kisah Tragis Nisza Ismail dan Wang Yue