Istana Tanpa Pagar

Seorang Yahudi hendak mengadukan nasibnya kepada Khalifah.
la rela mengarungi perjalanan jauh dari Mesir ke Madinah dengan harapan memperoleh keadilan . Ia bertanya kepada seorang laki-laki yang baru saja ditemuinya di Madinah.
"Permisi. Wahai apakah anda tahu dimana aku bisa bertemu dengan Khalifah Umar Bin Khattab?" Tanya orang Yahudi tersebut.

"Ya, siapa engkau dan dari mana?" Jawab laki-laki itu balik bertanya.

"Saya dari Mesir, akan mengadukan sesuatu hal kepadanya." Si orang Yahudi merasa bertemu teman, ia berniat bercerita dan bertanya banyak dengan orang yang baru
dijumpainya itu.

"Apakah Khalifah Ummar Bin Khattab itu tinggal di istana mewah?" Tanya Yahudi itu penasaran.

"Istananya di atas lumpur." Jawab laki-laki itu tegas.

"Oh, tentu banyak pula pengawal dan pengiringnya?" Orang Yahudi itu terus melontarkan pertanyaan.

Laki-laki itu menjawab "Ya, banyak. Orang-orang miskin, janda-janda miskin dan anak-anak yatim."

Orang Yahudi mulai tampak bingung. Tapi ia masih terus bertanya. "Apakah bajunya serba mewah seperti layaknya baju raja-raja?"

"Bajunya malu dan taqwa." Kata laki-laki itu singkat.

"Saya tidak mengerti wahai engkau teman baruku, apakah engkau sudah bertemu dengan Khalifah Umar Bin Khattab? Dimanakah dia sekarang berada?" Tanya orang Yahudi itu
lagi.

Laki-laki itu menjawab, "dia ada di hadapan mu!"


Itulah sepenggal kisah tentang Khalifah Umar bin Khattab ra. Khalifah Khulafaur Rasyidin ke-2 sepeninggal Rasulullah. Pemimpin panutan yang kisah keteladannya tak pernah lekang digerus zaman.

Khalifah sederhana yang menurut satu Riwayat setan pun mencari jalan lain kalau hendak berpapasan dengan Umar. Bahkan mendengar suara terompahnya saja , setan pun sudah takut.

Pemimpin yang turun langsung mengetahui keadaan Rakyatnya. Melakukan ronda di malam hari secara diam-diam. Tanpa iringan pasukan pengawal dan tektek bengek protokoler yang bikin jengah rakyat. Ketika beliau mendapati seorang ibu yang menghibur anaknya yang lapar dengan cara merebus batu untuk sekedar meredakan tangis anaknya. Umar bin Khatab sendiri yang memanggul karung gandum dari Baitul Mal dan kemudian diserahkannya.

Umar bukan tipikal pemimpin yang mendirikan pembatas dengan rakyatnya. Memagari Istana dengan pagar yang harganya bikin mata rakyat jelata terbelalak.

Bukan pemimpin yang membagi-bagikan fasilitas kendaraan mewah, sementara kemiskinan rakyatnya dijadikan objek wisata oleh orang asing.

Biar saja istana tanpa pagar.
Agar pemimpin semakin dekat dengan rakyatnya.
Yang diperlukan oleh rakyat bukan pagar istana,
tapi pemimpin bijak sebagai pagar negeri yang mengerti nasib rakyatnya.

Uang untuk pagar istana bisa dipakai untuk menstabilkan harga beras, gula dan minyak goreng yang kian menggila.

Rakyat negeri ini rindu sosok pemimpin yang pandai menghisab dirinya sebelum datang hisab dari Tuhannya.

Seperti halnya Umar,
Pemimpin yang tak memerlukan pagar Istana.
Bahkan tak memerlukan istana sekalipun.

Comments

Popular posts from this blog

Met Ultah Jakarta

Belajar dari Kisah Tragis Nisza Ismail dan Wang Yue

Semua Tentang Empat