Festival Braga 2011

~…Jalan braga tetep teu robah
teu galideur tahan sajarah
gunta ganti henteu niru cara nu séjén
tuh jalan nu patén héy jalan konsékwén…~

Begitu petikan bait Lagu Jalan Braga yang dipopulerkan oleh Hetty Koes Endang. Jalan Braga pada beberapa hari terakhir kembali menjadi buah bibir karena pada Tanggal 23-25 September 2011 diselenggarakan Festival Braga yang mengambil tempat di jalan yang legendaris tersebut. Festival yang untuk tahun ini diselenggarakan oleh Pemkot Bandung sebagai salahsatu bagian dari perayaan Ultah Kota Bandung yang ke 201 terasa meriah.
Jalan yang pada tahun 1900 dinamakan Jalan Pedati (Pedatiweg) selama 3 hari menjadi sorotan.Di jalan pada Jaman  Belanda (era 1920-1930-an) banyak ditemukan toko-toko dan butik yang  menjual pakaian yang mengambil model dari Paris, Perancis. Yang dari sanalah  lahir pula sebutan  Parisj Van Java . Jalan Braga beberapa hari kemarin  kembali menjadi primadona. Seolah kembali mengulang kejayaan masa lalu.
Jalan yang kini aspalnya diganti dengan Bantu andesit, beberapa hari kemarin nampak ramai. Sepanjang jalan Braga disulap seperti galeri yang memamerkan foto-foto pemenang lomba yang bertemakan kota Bandung.

Festival Braga yang digelar kali ini nampak berbeda. Memang konon panitia pun ingin menghadirkan kesan yang berbeda dari festival Braga tahun-tahun sebelumnya yang terkesan seperti Pasar Malam Braga. Di Festival Braga kemarin kita bisa melihat atraksi seni budaya yang dalam keseharian sudah jarang ditemukan. Ada wayang Landung dari Panjalu Ciamis. Wayang yang terbuat dari dedaunan seperti jerami, eurih, kararas dan janur. Cukup menarik perhatian karena ukurannya yang besar. Tinggi wayang yang lebih mirip orang-orangan sawah namun mengambil wajah wayang golek tersebut sekitar 2 meteran. Pemandangan yang menarik  perhatian  pengunjung untuk menjadikannya sebagai objek foto. Malah tak sedikit yang berfoto bareng sama Wayang Landung ini. Lumayan lah buat nampang di poto profil jejaring sosial. Biar tambah eksis.Hehehe..

Di Braga pula kemarin kita bisa menemukan alat musik buhun alias kuno yang digunakan oleh  karuhun orang Sunda sekitar  6 abad yang lalu  untuk mengusir hama di sawah. Konon katanya bunyi Karinding  yang low decible sangat merusak konsentrasi hama.
Beberapa Komunitas  pun turut memeriahkan acara, salahsatunya Bikers Brotherhood. Kita bisa mejeng, foto-foto di atas motor-motor tua koleksi mereka.
Bagi yang rindu suasana sawah, di Jalan Braga Pendek dari simpang Braga –Naripan hingga simpang Braga- Asia Afrika kita menemukan sawah buatan seluas 50m x 6 m  lengkap dengan saung dan orang-orangan ‘tikus koruptor’nya.
Selain itu pula, Panitia mengadakan pre event pemutaran film indie dalam bus yang disulap menjadi bioskop. Wow gimana nggak seru coba?!..

 Moga-moga kegiatan ini tiap tahun diadakan, dan kian bagus baik dari sisi materi maupun kesiapan panitia penyelenggaranya. Event Festival Braga ini selain bisa dijadikan salahsatu bentuk hiburan gratis  bagi masyarakat juga bisa dijadikan tempat untuk menggali kembali kecintaan kita kepada warisan budaya para leluhur yang mulai hampir punah tergerus modernisasi.

I LEFT MY HEART IN BRAGA….

Comments

Popular posts from this blog

Met Ultah Jakarta

Belajar dari Kisah Tragis Nisza Ismail dan Wang Yue

Semua Tentang Empat