Aib yang dibuka

Konon kata Bandung itu berasal dari nga-bandung-an.
dalam bahasa Sunda kata Bandung berarti memperhatikan. Makanya kalo orangtua disana memberi nasehat, mereka suka berkata: "Yeuh bandung-an,regepkeun ku hidep."( Hey, perhatikan, dengarkan baik-baik olehmu).

Bandung memang layak diperhatikan. Dari kota inilah pada tahun 1955, Dua puluh sembilan negara berkembang mengumandangkan pesan-pesan perdamaian ke segala penjuru dunia dan menyatakan perang terhadap segala bentuk kolonialisme dan neokolonialisme. Kita baca dalam sejarah tentang Dasasila Bandung.

Bandung juga dikenal dengan sebutan paris van java, karena Bandung merupakan salah satu kiblat mode fashion nasional .
Makanya tak heran bila tiap akhir pekan ruas-ruas jalan di Bandung dijubeli mobil2 dari luar kota yang ditumpangi oleh orang yg hendak berwisata belanja di factory outlet yg menjamur di sana.

Konon katanya lagi nih, penjajah Belanda waktu dulu hendak menjadikan Bandung sebagai ibukota Hindia Belanda karena iklimnya yg hampir menyerupai iklim mereka di Belanda sana. Makanya pada tahun 1810 Herman Willem Deandels Sang Gubernur Jenderal Hindia Belanda sempat menancapkan tongkat di pinggiran sungai Cikapundung
yang berseberangan dengan alun-alun Bandung sekarang. “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!”).

Suasana Bandung yang sejuk, ditambah perempuannya yg gareulis. Cukup memikat memang.

*
Akhir-akhir ini Bandung kembali menjadi pusat perhatian.
Tapi kali ini bukan karena kisah-kisah indah itu.
Beberapa minggu terakhir,sungguh pemandangan yg memilukan sekaligus memalukan yang akan kita dapati di Bandung.
Bau sampah yg menyengat hampir memenuhi setiap sudut kota.

Kalo kita jalan-jalan di sekitar Tamansari persis dekat kampus ITB kebanggaan kita semua, akan kita dapati sampah yang menggunung.
Bahkan di gerbang antar kota, di tol Pasteur sebelum masuk ke jalan layang Pasopati akan kita dapati tumpukkan sampah yang
aduhai baunya...(ada bonus lalat lengkap dengan belatungnya segala).

**

Sampah merupakan salahsatu simbol peradaban . Tinggi rendahnya peradaban harusnya bisa dinilai dari bagaimana mereka mengelola sampah.

Kalo jaman Pajajaran dulu...orang makan cuma di daun pisang dan walaupun sampahnya dibuang paling membusuk lalu menjadi kompos.
Lah sekarang...ada sampah plastik, kaleng, dsb. Kalau gaya membuangnya masih ala Pajajaran, gimana jadinya???....

Inti permasalahannya bukan ada tidaknya tempat pembuangan sampah akhir. Tapi pikirin tuh gimana caranya memproses sampah jadi barang berguna.

Atau ini sebuah episode satire dari Sang Khaliq.
Mungkin terlalu lama kita kita bercengkrama dengan kebusukan serta kita lebih senang menutup rapat aib-aib kita.

Saatnya untuk bercermin.


***
keep bandung beautiful euy!

Comments

Popular posts from this blog

Met Ultah Jakarta

Semua Tentang Empat

Belajar dari Kisah Tragis Nisza Ismail dan Wang Yue