Depok selalu di hati



Bukan hanya karena ada lomba blog saja saya tergerak untuk menulis tentang kota Depok. Saya bermaksud hendak berbagi, walaupun yang dibagi hanya sebuah cerita.
Selama sepuluh tahun bekerja di Jakarta periode 1996-2006, kota Depok memang tak bisa lepas dari ingatan.Karena selalu saja saya singgah di kota ini.
Depok yang berada di selatan Jakarta memang cocok menjadi kota yang menyokong dan penyangga  ibukota. Wilayahnya masih rimbun dan asri. Pertumbuhan perekonomian  masyarakatnya yang menggeliat bergerak naik. Potensi inilah yang ditangkap sebagai peluang oleh dunia pertelekomunikasian . Kebetulan saya bekerja di perusahaan operator telekomunikasi swasta yang konon terkenal karena tariff murahnya. Banyak BTS (Base Transceiver Service) atau pemancar operator kami yang berada di wilayah Depok, seperti BTS  Sawangan, Cimanggis, Cipayung, dll.
Sekitar  awal tahun 2000an, pelanggan di Depok yang menggunakan jasa telekomunikasi  masih belum terlalu banyak, maka wilayah cakupan untuk perbaikan dan gangguannya masih ditangani dari Jakarta. Kalau sekarang sih sudah berkembang pesat ,pelanggannyapun sudah berlimpah ruah. Maka guna meningkatkan mutu  pelayanan  dan mempercepat penanganan bilamana terjadi gangguan. Kantor cabang perusahaan kamipun sudah berdiri disana.

Dulu kerja di Jakarta, masih lajang dan  tinggal di kost-kost-an di daerah Pancoran. Kalau sabtu dan  minggu libur  suka nyempetin waktu  main ke rumah sodara di daerah sawangan atau berkunjung ke rumah teman yang rumahnya tak jauh dari terminal Depok. Apalagi kalau  bulan Ramadan. Itung-itung ngirit biaya,berkunjung sekalian ikut buka dan sahur. Sungguh teman dan sodara yang tak tahu malu ya?..hehehehh.

Masih lekat dalam ingatan ketika saya dan tim selesai melakukan kegiatan perbaikan atau pengecekan rutin  BTS di daerah Depok. Kebetulan mobil kami lewat sekitar UI banyak sekali mahasiswa melakukan unjuk rasa. Kala itu rezim Soeharto belumlah  runtuh, Namun sudah hampir dekat dengan  masa kejatuhannya. Itulah masa-masa transisi menuju reformasi. Depan gerbang kampus yang menghadap jalan menuju Tanjung Barat Jagakarsa. Selain berorasi, sekelompok mahasiswa ada yang membuat teatrikal. Ada pula  yang bernyanyi menyanyikan lagu ‘Kolam Susu ‘milik Koes Ploes yang telah  digubah. Tentu saja apa yang mereka lakukan menjadi tontonan gratis bagi masyarakat dan para pengendara motor dan mobil yang kebetulan lewat daerah tersebut.Dan salahduanya adalah saya dan teman saya.

“Bukan Lautan Hanya Kolam Susu
Kail dan Jala Cukup Menghidupmu
Tiada Badai Tiada Topan Kau Temui
Ikan dan Udang Menghampiri Dirimu
Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga
Koq ..korupsi dan Kolusi membudaya
Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga
Koq ..korupsi dan Kolusi membudaya?...”

Sebuah nyanyian menggelitik sebagai bentuk kritik terhadap pemerintahan  kala itu. Tapi rasa-rasanya  tuh nyanyian masih  saja cocok dan terasa relevan sampai sekarang . Bukan karena lagunya yang evergreen tapi karena kondisi watak para pemangku negeri ini yang tak jua berubah. Apakah sekarang para mahasiswa disana masih rajin menyanyikan lagu itu di depan gerbang kampusnya atau tidak?. Entahlah. Sudah lama saya tak lagi lewat depan kampus mereka. Tiga tahun terakhir ini kerja saya dipindah ke Bandung.

Semoga saja mereka tak bosan dan tetap menyanyikan lagu itu di depan gerbang kampusnya. Karena para penguasa saat ini masih juga perlu terus diingatkan.
Anggaplah nyanyian "Kolam Susu" yang telah digubah tersebut menjadi "Nyanyian dari Depok untuk Negeri."

Tulisan ini dibuat untuk: “LombaBlogDepok”,


Comments

Popular posts from this blog

Met Ultah Jakarta

Belajar dari Kisah Tragis Nisza Ismail dan Wang Yue

Semua Tentang Empat